Dengan membaca
dari judulnya, jangan pernah mengira kalau aku udah naik gunung yang tinggi
banget ya? Sebenarnya aku Cuma naik gunung api purba yang ada di Nglangeran itu
kok. Meski hanya berketinggian 700 mdpl (C.M.I.I.W), tapi berasa udah seperti
naik gunung yang tinggi buanget. Oke, aku lebay. Nggak papa, mending lebay
daripada drama. #Uhuk...
Baiklah, dengan
naik gunung kemaren, banyak pelajaran yang aku dapat. Sebenarnya udah lama
banget pingin naik gunung. Kata temanku, naik gunung harus punya persiapan yang
matang. Nggak hanya asal-asalan. Ya paling enggak, lari-lari gitu udah termasuk
pemanasan kok. Sayangnya aku kemaren mengabaikan pemanasan itu. Nggak pernah
olahraga, nggak pernah lari-lari (pernah
sekali tapi ngos-ngosan banget) , tiba-tiba naik gunung. Ugh....berasa
banget rasanya. Malu sama diri sendiri. Ternyata aku selemah ini.
Kenapa aku ngebet
banget pingin naik gunung? Karena pemandangan pasti bagus banget. Seo;ah lebih
dekat dengan awan dan menikmati birunya langit, belom lagi nanti kalau ada
senja. Uwuwuwuu...pasti cakep banget deh. Tapi semua itu nggak bisa dilihat
tanpa kita harus bersusah payah dulu, yaitu mendaki. Jangan pikir mendaki itu
gampang ya? Eh tapi kalau udah biasa emang gampang kayaknya. Beda sama yang
baru pertama kali kayak aku.
Ngomongin soal
naik gunung, aku jadi mendapatkan banyak pelajaran nih. Ciee elahh....Setiap
jalan kehidupan memang selalu memberikan pelajaran bagu kita semua. Walau hanya
gunung yang tidak terlalu tinggi, tapi aku mampu merenungkan beberapa hal,
antara lain;
1.Lebih banyak
bersyukur.
Iya bersyukur
masih bisa diberi kesempatan bisa melihat indahnya semesta. Mungkin aku lebay.
Tapi ya namanya baru pertama kali naik gunung dan bisa melihat pemandangan dari
atas, rasanya beda banget. Pokoknya bersyukur banget bisa melihat ciptaanNYA
dari ketinggian 700 mdpl.
2.Jangan
menyepelekan hal kecil.
Sebelum naik
gunung, ada teman yang mengingatkan, sebaiknya pemanasan dulu sebelum naik
gunung, tapi aku mengabaikannya. Dan akhirnya setengah jalan rasanya mau
semaput. Hahaha....kalau inget rasanya malu sama diri sendiri. Kadang hal kecil
yang kita sepelekan bisa sangat berpengaruh. Iya kan, ngeyel banget akutu.
Kalau tau naiknya SUPER SEKALI, aku bakalan lari-lari tiap pagi.
Kadang kita belum
paham banget sebelum kita merasakannya sendiri. Ya sama seperti ketika orang
bilang, “Udahlah....yang sabar, Ibu kamu udah tenang di sana”. Mungkin mereka
belum tahu rasanya ditinggal Ibu. Oke aku jadi baper.
Yang jelas, jangan
pernah menyepelekkan hal kecil. Kalau hal kecil aja udah kamu anggap remeh,
gimana nanti kalau dapet yang besar.
Hayoloh.....semangat...semangat olahraga.
3.Lebih
menghargai sesama makhluk lain.
Kalau biasanya
aku suka ngusir semu yang suka jalan-jalan di kamar kost, tapi pas ndlosor kecapean, aku jadi mikir, ini
kan semut juga hewan yang perlu jalan-jalan. Jadi biarkan saja, toh mereka
sebenarnya nggak menganggu kita. Hanya saja kita yang risih.
Dari pas aku dlosoran karena lelah, aku liat kanan
kiri sampai nunduk ke bawah dan banyak semut lagi jalan-jalan, tapi aku biarin
aja. Karena mereka juga nggak nggremet
di kaku. Selain itu aku juga ketemu sama lebah. Pas temen bilang, “Nanti dulu ada lebah”, itu aku mikirnya
udah macem-macem. Jangan-jangan ini lebah hutan bakalan ngeroyok
neeeh.....Hahaaaa....emang suka lebay akutu.
4.Lebih bisa
mengalah dengan sesama makhluk hidup.
Temenku bilang, “Nanti dulu, tunggu sebentar. Kita yang
ganggu mereka. Jadi kita harus berhenti dulu. Toh ini kawasan mereka, kita yang
berkunjung ke mereka”. Iya benar juga ya, jalan menuju ke puncak gunung api
purba kan berliku-liku dan harus menyelusuri bukit, jadi wajar kalau banyak
lebah toh itu rumah mereka. Kita yang sedang berkunjung, jadi ya kita harus
mengalah dengan berhenti sejenak. Membiarkan mereka menyingkir dan memberi
jalan untuk kita.
Lalu kenapa tidak
diusir? Sekarang gini, kita datang ke gunung kan untuk menyatu dengan alam
sekitar dan makhluk yang ada di sana, jadi ya kita harus mengalah karna itu
kawasan mereka. Aku juga pas jalan sempet denger krusak-krusek dan aku mikirnya
itu ular. Tapi aku stay cool aja biar aman, toh itu kawasan mereka. Selama niat
kita baik dan tidak mengganggu, maka mereka tidak akan menganggu kita. Simple kan?
5.Lebih mudah
menerima keadaan.
Iya nggak sih?
Buat kalian yang udah naik gunung yang tinggi, apakah kalian pernah merenung
kalau segalanya akan baik-baik saja kalau kita bisa lebih mudah menerima
keadaan. Kalau aku pribadi sih, dari naik gunung, aku lebih bisa menerima
keadaan.
Aku pribadi
memang masih dalam tahap pemulihan. Bukan, aku nggak sakit kok. Hanya saja
mentalku agak kurang santai. Kenapa? Karena aku baru kehilangan Ibuku Juli 2019
kemarin. Tentu tidak mudah bagiku. Amat sangat nggak mudah. Butuh waktu untuk
pulih. Perasaan ini hanya bisa dirasakan oleh anak perempuan yang sudah sangat
dekat dengan Ibunya, lalu harus merelakan Ibu pergi meninggalkan dunia ini. Dan
aku hancur banget.
Tapi ada banyak
pelajaran setelah aku mencoba untuk naik gunung, toh ini pertama kalinya aku
naik gunung meski tidak tergolong tinggi. Dan aku sangat menikmatinya.
Sebenarnya udah lama janjian sama temen. Bahkan sejak Ibu masih ada, aku pernah
bilang kalau pingin banget naik gunung.
Dalam lelahku
saat menuju ke puncak, aku sempat termenung sejenak. Aku nikmati pemandangan
sekitar. Aku lihat kanan kiriku. Aku rasakan desiran angin yang panas. Dedaunan
yang kering dan mereka tetap bisa bertahan karena memang itu takdirnya.
Dedaunan kering tak pernah menyalahkan kemarau berkepanjangan. Mungkin memang
sudah harus seperti itu.
Semua yang
terjadi memang sudah jalannya begitu. Tidak ada orang yang baik-baik saja
ketika ditinggal oleh orang terkasih, terutama seorang Ibu. Yang harus
dilakukan adalah dengan berdamai dengan keadaan karena memang ya seperti
inilah.
6.Lebih
menghargai apa yang sudah kita capai.
Yang namanya
manusia, pasti tidak pernah puas dengan apa yang sudah dicapai. Aku sih nggak
munafik karena aku juga begitu. Sudah punya ini tapi tetep aja pingin itu. Wajar
sih. Semua orang butuh kepuasan. Tapi setidaknya tahu batasan.
Pas nyampai di
puncak gunung api purba, rasanya aku bangga banget sama diriku. Ya bukan bangga
yang membangga-banggakan diri banget sih. Intinya lebih bangga karna sebuah
pencapaian. Lalu aku lihat sekitar. Berasa aku sudah naik gunung yang paling
tinggi karna bisa melihat semuanya dari atas.
Tapi...tapiii dan tapi....semua
itu hanya sebuah pencapaian kecilku saja. Masih banyak gunung tinggi yang
pastinya pemandangannya lebih indah. Aku baru kayak gini aja udah seneng
banget.
Lantas apa ini
sebuah kebanggan terhadap diri sendiri? Iya. Tapi ini bukan bangga yang
kesannya sombong. Ada kalanya kita harus mengargai apa yang sudah kita capai.
Seperti halnya masalah pendapatan, seringkali kita mengeluh karena gajinya
kurang, tanggal segini sudah habislah inilah...itulah. Oke, sesekali saja coba
renungkan. Kita sudah bekerja dengan apa yang kita mau, hargai apa yang sudah
kita capai. Kalau kamu tidak bisa menghargai apa yang kamu capai, dari mana kamu
bahagia?
Jika kita melihat
ke bawah, masih banyak orang yang lebih kekurangan dari yang kita keluhkan.
Jadi,adalah penting ketika kita bisa menghargai apa yang sudah kita capai.
Jadi, orang yang tidak bisa menghargai pencapaian orang lain, sudah bisa dipastikan
kalau mereka juga tidak bisa menghargai pencapaiannya sendiri. Note this!!
Gimana? Kok aku
tumben bijak yak? Efek naik gunung kali. Semakin tinggi gunung yang kamu daki, maka kamu akan semakin bijak dan rendah
hati, kataya begitu.Semoga bisa seperti itu.
Kira-kira ada
lagi nggak? Kalau kalian punya pengalaman tentang naik gunung, bisa dishare di kolom komentar donk, supaya
kita tahu banyak pelajaran dari setiap perjalanan.
~MissAnt~
0 comments:
Posting Komentar