Sumber Gambar : Google |
“Buk, Aku kangen banget”
Mungkin itu yang bisa Aku katakan.
Rasanya memang nggak enak banget. Emang bener, yang namanya kangen
sama orang yang sudah berbeda dunia memang sungguh menyesakkan.
Mungkin dulu-dulu aku hanya membacanya saja. Sampai pada akhirnya aku
mulai merasakannya sendiri.
Sayangnya masih banya orang yang
menganggapnya lebay. Mungkin belum pernah yang namanya ditinggal
selama-lamanya oleh ibunya. Ini bukan sekadar ditinggal Ibu pergi
arisan maupun pengajian, melainkan Ibu sudah pergi selamanya.
Meninggalkan dunia. Dan tidak lagi bisa bertemu. Saat-saat terakhir
melihat wajahnya adalah ketika kamu memandikan jenazahnya. Saat kamu
menggosok tubuhnya, itulah saat terakhir kamu melihatnya.
Untuk sebuah rasa kangen dan terhadap
Ibu yang sudah meninggal, hal ini tidaklah lebay. Kalau kamu memang
beranggapan bahwa itu adalah sebuah hal yang membesar-besarkan, maka
nantinya kamu akan paham bagaimana rasanya ditinggalkan seorang Ibu
untuk selamanya.
Tak ada yang bisa melawan takdir. Andai
bisa, Aku ingin Ibuku masih ada dan selalu ada hingga aku benar-benar
siap untuk ditinggal. Tapi apakah ada orang yang benar-benar siap
ditinggal Ibunya?
Untuk orang yang dekat dengan Ibunya,
adalah hal yang sangat terpukul ketika Ibu sudah pergi dan tak akan
pernah kembali. Ya mau gimana lagi. Kalau boleh, Aku mau banget nego
sama Alloh, “Ya Alloh jangan pernah ambil Ibuku ya, Aku ingin terus
bersamanya”. Tapi apakah bisa? Tentu saja tidak bisa. Memangnya Aku
ini siapa berani meminta sang pencipta untuk mengambil kembali
ciptaannya.
Sungguh, takdir memang tidak ada yang
tahu. Sebagai anak Ibu. Aku hanya bisa ikhlas. Kalau Aku nggak ikhlas
hanya akan “mengganggu” perjalanan Ibu menghadap Alloh. Katanya
begitu. Saat seorang Ibu meninggal dan anak-anaknya terus-terusan
menangisinya hingga hari pemakamannya, maka saat itu juga Ibu
kesulitan berjalan menuju tempat paling mulia di sisi Alloh. Maka
sebagai Anak yang ingin memudahkan jalan Ibu ke sisi-NYA, Aku harus
tegar dan ikhlas.
Tak ada orang yang baik-baik saja
ketika ditinggalkan oleh Ibu. Ibu adalah separuh nyawa. Ketika Alloh
sudah mengambil Ibu, hidupku memang berubah. Berasa ada batu besar
yang terikat di kaki. Aku harus bagaimana. Di sisi lain memang hancur
banget. Tapi di suatu sisi, Aku harus berjuang melanjutkan kehidupan
tanpa Ibu. Entah bagaimana caranya harus bangkit.
Kamu nggak akan pernah tahu rasanya
pulang tanpa sambutan Ibu. Benar-benar rapuh ketika sampai rumah dan
sudah tidak ada lagi senyuman hangat Ibu. Tak ada lagi teh manis
bikinannya. Kalau waktu itu adalah teh manis terakhir yang Ibu
buatkan untukku dan untuk terakhir kalinya, Aku akan mengucapkan
banyak banyak banyak banyak banyak terima kasih untuk setiap teh
manis yang dibuatkan untukku.
Teh manis Kamis malam itu ternyata
adalah teh manis terakhir yang dibuatkan untukku. Teh manis yang
dibuat dari tangan yang telah mengandung, merawat dan membesarkanku.
Bahkan dari perjuangannya Aku bisa ada di dunia ini. Dia pertaruhkan
nyawa demi Aku ada di dunia ini. Bahkan tak pernah meninggalkan Aku
meski aku dalam keadaan jatuh sekalipun. Hingga Aku sebesar ini, Ibu
masih memastikan kalau Aku sudah makan apa belum.
Tak ada orang yang peduli seperti Ibumu
peduli denganmu. Tak akan ada yang bisa menggantikan kasih sayang
seorang Ibu. Sungguh tidak ada. Setelah Ibu tidak ada, kamu bakalan
merasakan. Nggak ada orang yang memastikan apakah kamu baik-baik saja
selain Ibumu. Tak ada orang yang mendoakanmu seperti doa Ibu yang
tulus.
Dan sekarang kamu harus menjadi orang
yang tangguh. Orang yang harus berdamai dengan diri sendiri. Harus
menerima kenyataan kalau Ibu sudah tidak berada di dunia yang sama.
Berat? Iya berat banget. But....life goes on.
Sampai kapanpun. Benar-benar tak ada
yang sebaik Ibu. Aku hanya bisa berdoa sama Alloh, semoga Alloh
memberikan tempat baik Indah. Tempat terbaik dari yang paling baik.
Ibu selalu pesan lewat
obrolan-obrolannya, “Kamu jadi orang yang baik. Kalau dijahatin
orang jangan dibalas jahat. Selalu balas dengan kebaikan. Yang
penting itu berbuat baik. Urusan orang jahat sama kamu, itu biar
diurus Alloh. Hidup di dunia itu cuma sebentar. Aku cuma pingin nanti
kita sekeluarga berkumpul lagi di alam kekal”.
Pesan sederhana yang membuatku perlahan
berubah. Terima kasih Ibu, yang selalu mengajarkan tentang kebaikan.
Benar-benar kagum dan bangga punya Ibu yang bersahaja. Terima kasih
sudah merawat dan membesarkanku hingga Aku ditinggalkan lagi. Insya
Alloh segalanya akan baik-baik saja.
Yang paling ingin Aku tanyakan adalah,
“Apakah kalau kita rindu sampai nangis dan nyesek terhadap orang
yang meninggal, lalu yang meninggal juga melihat kita? Apakah bisa
merasakan kalau kita merindukannya?”
~MissAnt~